"Dari hasil wawancaranya yang dilansir banyak media, Deddy memiliki kegelisahan yang sama dengan bangsa Indonesia lainnya. Menurut dia, zaman terus berlalu dan pimpinan silih berganti, tapi masih ada 40 juta rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Jadi, ada yang salah di negara ini. Kondisi ini mengonfirmasikan bahwa parpol gagal menjalankan fungsinya. Pendidikan politik, kelembagaan politik (kaderisasi dan rekrutmen), mengartikulasikan realitas sosial menjadi keputusan politik, tampaknya tak pernah dijalankan secara serius oleh parpol"
Fenomena artis memasuki ranah politik seakan semakin menjamur saja, mulai dari Nurul Arifin, Marissa Haque, Rano Karno dll. Fenomena ini tentu bukan tanpa sebab sebagaiman asap dan api.
Terlepas dari apapun tujuan mereka, hal ini sangat menarik untuk dikaji. Terakhir kita mendengar bahwa aktor/sutradara kawakan Deddy Mizwar mencalonkan diri menjadi Presiden RI 2009-2012. Apakah dunia perfiliman sudah tidak menarik lagi bagi mereka, atau mungkin ada fenomena lain yang perlu kita eksplore.
Bacaan berikut saya kutip dari harian Jawa Pos Rabu, 4 Maret 2009, sangat menarik sekali untuk dibaca.
Deddy Mizwar Jadi Capres
Oase di Tengah Kejenuhan Politik
Bursa nama calon presiden Indonesia (capres) bertambah lagi. Seniman sekaligus aktor kawakan Deddy Mizwar mendeklarasikan diri sebagai capres pada Pilpres 2009. Ini sebuah oase di tengah kejenuhan politik. Deddy memberi pilihan baru di tengah capres yang nyaris tak berubah dari pemilu ke pemilu. Sebuah keberanian yang tidak dimiliki rekan sejawatnya. Yang lain paling-paling menjadi caleg, gubernur, atau bupati/wali kota.
Akankah Deddy teruji di bidang yang belum pernah digeluti sebelumnya? Artis senior yang satu ini masih harus menjawabnya. Tantangan memimpin negara, menyejahterakan rakyat, tentu lebih kompleks dan lebih berat daripada berkesenian.
Konon pencapresan Jenderal Nagabonar itu didukung sepuluh parpol. Mereka sudah (atau masih akan?) menyosialisasikan nama yang kini makin religius itu ke-33 provinsi di tanah air. Sudah tentu parpol itu bukan kendaraan politik yang mapan. Pendukung Jenderal Nagabonar adalah parpol baru dan disangsikan bisa menangguk suara signifikan pada pemilu nanti.
Jenderal Nagabonar tahu bahwa untuk mendaftar jadi capres syaratnya tak semudah membagi-bagikan jabatan saat dia memimpin pasukannya di Lubuk Pakam melawan Belanda. Tak juga lebih gampang daripada menaklukkan Kirana, perempuan pujaannya yang memberinya putra tunggal, Bonaga.
Deddy harus bisa meraup dukungan minimal 20 persen kursi partai di DPR. Saat deklarasi pencapresan, Deddy menjelaskan bahwa untuk mewujudkan tekadnya itu, timnya telah melakukan komunikasi politik dengan beberapa parpol. Kini tinggal mencari parpol yang mau bekerja sama membangun bangsa.
Gelisah
Dari hasil wawancaranya yang dilansir banyak media, Deddy memiliki kegelisahan yang sama dengan bangsa Indonesia lainnya. Menurut dia, zaman terus berlalu dan pimpinan silih berganti, tapi masih ada 40 juta rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Jadi, ada yang salah di negara ini. Kondisi ini mengonfirmasikan bahwa parpol gagal menjalankan fungsinya. Pendidikan politik, kelembagaan politik (kaderisasi dan rekrutmen), mengartikulasikan realitas sosial menjadi keputusan politik, tampaknya tak pernah dijalankan secara serius oleh parpol.
Sementara itu, fenomena artis masuk dalam pusaran politik praktis memang marak terjadi. Keterlibatan artis dalam panggung politik sesungguhnya merupakan sesuatu yang lumrah. Bukan hanya di negeri ini. Ambil saja contoh selebriti AS, Ronald Reagan dan Arnold Schwarzenegger, yang juga masuk arena politik serta berhasil menjadi presiden dan gubernur. Yang membedakan dari AS, mereka sejak awal aktif menjadi anggota partai politik. Sementara di Indonesia, para selebriti tiba-tiba saja masuk arena pilihan, tanpa melalui proses perekrutan yang tertata.
Deddy juga mengutarakan bahwa dirinya tidak semata-mata ingin jadi presiden. Namun, dia mengajukan flatform membangun Indonesia dengan program dan konsep yang terukur. "Karena itu, calon presiden harus memberikan program dengan jelas, bukan hanya slogan," katanya.
Apa yang diutarakan Deddy, dalam bahasa Ignas Kleden (2003), disebut pemimpin yang visioner. Yakni, orang yang mempunyai desain masa depan Indonesia. Maka, dia harus memiliki gambaran tentang bagaimana keadaan, nasib, dan bentuk Indonesia ini pada 5-10 tahun mendatang.
Dari sisi popularitas, Deddy sudah mempunyai modal kuat. Hasil penelitian Michael Keren (1983) dan Moshe Bzuonowski (1986) juga mengatakan bahwa bekal utama para politisi untuk "menguasai" publik adalah popularitas dan intelektualitas. Popularitas dan intelektualitas Deddy bisa menjadi modal utama. Siapa tak kenal Deddy dengan serial Kiamat Sudah Dekat dan tentu film Nagabonar. Sebagai aktor Deddy punya citra bagus, terutama didorong sinetron dan film yang dibintanginya.
Dalam Kiamat Sudah Dekat, sosok Deddy dicitrakan sebagai seorang pemuka agama yang bijak. Tetapi, kesakralannya tidak membuat jarak dengan masyarakat maupun para santri. Sebagai pemuka agama dia juga masih memiliki selera humor.
Kesan yang muncul adalah negasi atas anggapan umum bahwa pemuka agama itu merupakan sosok serius yang menjaga jarak. Deddy tahu persis menjaga rekam jejak sehingga nyaris tak larut dalam produksi sinema ecek-ecek, dan ini membuat namanya tetap diperhitungkan. Pengalaman itulah yang kita harapkan membuat Deddy punya isi, bukan sekadar berjualan popularitas.
Kita berharap Deddy Mizwar dapat (segera) menyosialisasikan visinya serta bisa mendapatkan simpati rakyat dan memperoleh dukungan dari parpol. Tentu agar tercipta banyak alternatif kepemimpinan nasional yang mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat banyak. Kita tunggu saja kiprah Deddy Mizwar. Kehadirannya membuat Pilpres 2009 kian seru sekaligus mengubah peta capres-cawapres.
* Joko Riyanto, koordinator Riset Pusat Kajian dan Penelitian Kebangsaan (Puskalitba) Solo.
Terlepas dari apapun tujuan mereka, hal ini sangat menarik untuk dikaji. Terakhir kita mendengar bahwa aktor/sutradara kawakan Deddy Mizwar mencalonkan diri menjadi Presiden RI 2009-2012. Apakah dunia perfiliman sudah tidak menarik lagi bagi mereka, atau mungkin ada fenomena lain yang perlu kita eksplore.
Bacaan berikut saya kutip dari harian Jawa Pos Rabu, 4 Maret 2009, sangat menarik sekali untuk dibaca.
Deddy Mizwar Jadi Capres
Oase di Tengah Kejenuhan Politik
Bursa nama calon presiden Indonesia (capres) bertambah lagi. Seniman sekaligus aktor kawakan Deddy Mizwar mendeklarasikan diri sebagai capres pada Pilpres 2009. Ini sebuah oase di tengah kejenuhan politik. Deddy memberi pilihan baru di tengah capres yang nyaris tak berubah dari pemilu ke pemilu. Sebuah keberanian yang tidak dimiliki rekan sejawatnya. Yang lain paling-paling menjadi caleg, gubernur, atau bupati/wali kota.
Akankah Deddy teruji di bidang yang belum pernah digeluti sebelumnya? Artis senior yang satu ini masih harus menjawabnya. Tantangan memimpin negara, menyejahterakan rakyat, tentu lebih kompleks dan lebih berat daripada berkesenian.
Konon pencapresan Jenderal Nagabonar itu didukung sepuluh parpol. Mereka sudah (atau masih akan?) menyosialisasikan nama yang kini makin religius itu ke-33 provinsi di tanah air. Sudah tentu parpol itu bukan kendaraan politik yang mapan. Pendukung Jenderal Nagabonar adalah parpol baru dan disangsikan bisa menangguk suara signifikan pada pemilu nanti.
Jenderal Nagabonar tahu bahwa untuk mendaftar jadi capres syaratnya tak semudah membagi-bagikan jabatan saat dia memimpin pasukannya di Lubuk Pakam melawan Belanda. Tak juga lebih gampang daripada menaklukkan Kirana, perempuan pujaannya yang memberinya putra tunggal, Bonaga.
Deddy harus bisa meraup dukungan minimal 20 persen kursi partai di DPR. Saat deklarasi pencapresan, Deddy menjelaskan bahwa untuk mewujudkan tekadnya itu, timnya telah melakukan komunikasi politik dengan beberapa parpol. Kini tinggal mencari parpol yang mau bekerja sama membangun bangsa.
Gelisah
Dari hasil wawancaranya yang dilansir banyak media, Deddy memiliki kegelisahan yang sama dengan bangsa Indonesia lainnya. Menurut dia, zaman terus berlalu dan pimpinan silih berganti, tapi masih ada 40 juta rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Jadi, ada yang salah di negara ini. Kondisi ini mengonfirmasikan bahwa parpol gagal menjalankan fungsinya. Pendidikan politik, kelembagaan politik (kaderisasi dan rekrutmen), mengartikulasikan realitas sosial menjadi keputusan politik, tampaknya tak pernah dijalankan secara serius oleh parpol.
Sementara itu, fenomena artis masuk dalam pusaran politik praktis memang marak terjadi. Keterlibatan artis dalam panggung politik sesungguhnya merupakan sesuatu yang lumrah. Bukan hanya di negeri ini. Ambil saja contoh selebriti AS, Ronald Reagan dan Arnold Schwarzenegger, yang juga masuk arena politik serta berhasil menjadi presiden dan gubernur. Yang membedakan dari AS, mereka sejak awal aktif menjadi anggota partai politik. Sementara di Indonesia, para selebriti tiba-tiba saja masuk arena pilihan, tanpa melalui proses perekrutan yang tertata.
Deddy juga mengutarakan bahwa dirinya tidak semata-mata ingin jadi presiden. Namun, dia mengajukan flatform membangun Indonesia dengan program dan konsep yang terukur. "Karena itu, calon presiden harus memberikan program dengan jelas, bukan hanya slogan," katanya.
Apa yang diutarakan Deddy, dalam bahasa Ignas Kleden (2003), disebut pemimpin yang visioner. Yakni, orang yang mempunyai desain masa depan Indonesia. Maka, dia harus memiliki gambaran tentang bagaimana keadaan, nasib, dan bentuk Indonesia ini pada 5-10 tahun mendatang.
Dari sisi popularitas, Deddy sudah mempunyai modal kuat. Hasil penelitian Michael Keren (1983) dan Moshe Bzuonowski (1986) juga mengatakan bahwa bekal utama para politisi untuk "menguasai" publik adalah popularitas dan intelektualitas. Popularitas dan intelektualitas Deddy bisa menjadi modal utama. Siapa tak kenal Deddy dengan serial Kiamat Sudah Dekat dan tentu film Nagabonar. Sebagai aktor Deddy punya citra bagus, terutama didorong sinetron dan film yang dibintanginya.
Dalam Kiamat Sudah Dekat, sosok Deddy dicitrakan sebagai seorang pemuka agama yang bijak. Tetapi, kesakralannya tidak membuat jarak dengan masyarakat maupun para santri. Sebagai pemuka agama dia juga masih memiliki selera humor.
Kesan yang muncul adalah negasi atas anggapan umum bahwa pemuka agama itu merupakan sosok serius yang menjaga jarak. Deddy tahu persis menjaga rekam jejak sehingga nyaris tak larut dalam produksi sinema ecek-ecek, dan ini membuat namanya tetap diperhitungkan. Pengalaman itulah yang kita harapkan membuat Deddy punya isi, bukan sekadar berjualan popularitas.
Kita berharap Deddy Mizwar dapat (segera) menyosialisasikan visinya serta bisa mendapatkan simpati rakyat dan memperoleh dukungan dari parpol. Tentu agar tercipta banyak alternatif kepemimpinan nasional yang mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat banyak. Kita tunggu saja kiprah Deddy Mizwar. Kehadirannya membuat Pilpres 2009 kian seru sekaligus mengubah peta capres-cawapres.
* Joko Riyanto, koordinator Riset Pusat Kajian dan Penelitian Kebangsaan (Puskalitba) Solo.
willy nilly film tetep menarik bagi mereka, artis, karena memang itulah dunia mereka.
ReplyDeletebukannya ini merupakan proses demokrasi? ketika jendral naga bonar ingin jadi presiden!
kenapa kita harus mengkajinya?
apa gak sebaiknya tujuan dan apa2 yang akan kita dapat dari kajian itu lebih utama untuk kita kaji sendiri?
mereka punya hak, begitu juga kita.
kenapa kita kaget jika Dedy calon presiden? siapapun sosok calon presiden negeri ini, semua sama.
konkrit: calon yang "pintar", katakan Gus Dur, bagaimana gaya kepemimpinannya?
Sum: yang perlu kita kaji adalah cara atau "gaya berjalan" para calon pemimpin kita kelak "menghantarkan" negeri ini!
bisa aja, Deddy akan membuat skenario negeri ini seperti film dan mewujudkannya dalam "nyata" tanpa kamera!
Ok bet, lanjut!
ReplyDeletekalo bisa beri saya link blog moe juga! tukaran!